Jumat, 29 Maret 2019

Islam dan Tantangan Modernisasi


Assalamu Alaikum
Ini merupakan makalah Pendidikan Agama Islam
Fakultas Seni dan Desain 
Universitas Negeri Makassar Tahun 2019



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
 teologis, Islam merupakan sistem nilai dan ajaran yang bersifat ilahiah (transenden). Pada posisi ini Islam adalah pandangan dunia (weltanschaung) yang memberikan kacamata pada manusia dalam memahami realitas.
                              Meski demikian, secara sosiologis, Islam merupakan fenomena peradaban, realitas sosial kemanusiaan. Pada wilayah ini nilai-nilai Islam bertemu dan berdialog secara intens dengan kenyataan hidup duniawi yang selalu berubah dalam partikularitas konteksnya.
                              Dialog antara universalitas nilai dan partikularitas konteks menjadi penting dan harus selalu dilakukan agar misi Islam sebagai rahmat semesta alam dapat diwujudkan. Ketidakmampuan berdialog dapat menjebak agama pada posisi keusangan (kehilangan relevansi) atau pada posisi lain kehilangan otentitasnya sebagai pedoman hidup.
B.     Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah tentang Islam dan Tantangan Modernitas saya batasi dalam makalah ini, adalah:
1.      Bagaimanakah problematika sosial dalam islam?
2.      Apa definisi modernisme islam dan latar belakang lahirnya modernisasi dalam islam?
3.      Apa saja proses yang menyebabkan modernisasi  dalam islam?
4.      Bagaimana dampak modernisasi terhadap perubahan sosial ?
C.     Tujuan Masalah
Adapun tujuan penulis dalam pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui:
1.    Problematika sosial yang ada dalam islam.
2.    Pengertian modenisme islam dan sebab-sebab adanya modernisasi dalam islam.
3.    proses yang menyebabkan modernisasi dalam perkembangan islam.
4.    akibat modernisasi terhadap perubahan sosial?
D.    Manfaat
Manfaat dari makalah ini kami uraikan antara lain :
1.      Pembaca dapat memahami tentang pengertian modernisasi islam itu sendiri.
2.      Agar pembaca mendapat pengalamam dari pembahasan tersebut, khususnya bagi penulis.




















BAB II
PEMBAHASAN


A.    Islam dan Problematika Sosial

Dari pada sekedar merespon fenomena teologis, agama sesungguhnya lebih berperan besar dalam mersepon fenomena sosiologis. Artinya, agama kerap diturunkan melalui seorang hamba Tuhan yang disebut nabi seiring dengan konteks sosial di mana sang nabi tersebut dirisalahkan. Nabi Muhammad misalnya, hadir membawa ajaran Islam empat belas abad yang lalu untuk merespon fenomena kehidupan sosial masyarakat Arab ketika itu yang hidup dalam kondisi “jahiliyah”. Jika ajaran yang disampaikan nabi Muhammad sampai hari ini disepakati sebagai ajaran Islam, dan dalam perjalanannya Islam awal hadir untuk merespon masyarakat jahiliyah Arab sebagai gejala sosial ketika itu, maka pertanyaan yang mungkin dapat dikedepankan adalah: bagaimana posisi Islam dalam merespon problematika sosial saat ini?.
Terma problematika sosial sesunggunhya menjadi term yang dapat dibincangkan dari berbagai aspek: budaya, politik, ekonomi dan aspek-aspek lainnya. Meski demikian, pembicaraan mengenai problematika sosial agaknya lebih cendrung diarahkan pada aspek perekonomian masyarakat seperti masalah kemiskinan yang memiliki integrasi dengan konsep zakat di dalam Islam. Setidaknya inilah salah satu aspek yang sering disoroti beberapa tokoh ketika membicarakan Islam dan problematika sosial, sehingga kadang kala kita hampir melupakan aspek-aspek lain yang juga penting dibincangkan sebagai fenomena kontemporer.
Kemiskinan sebagai problem sosial pada prinsipnya telah mendapatkan jawaban yang jelas dalam ajaran Islam dengan konsep zakat, infak dan sedekah. Namun demikian, jika kita mencoba keluar dari persoalan ini menuju persoalan lain yang pada dasarnya juga menjadi persoalan yang dapat disoroti sebagai problematika sosial, seperti mengenai pluralisme misalnya, pembicaraan akan menuai kontroversi yang cukup akut. Pembicaraan lain yang masih dirasa hangat, setidaknya di Indonesia, sebagai persoalan yang juga masih dapat ditafsirkan sebagai problematika sosial adalah soal kebebasan beragama dan berkeyakinan. Bukankah persoalan-persoalan yang baru disebutkan merupakan sebuah perwajahan dari problematika sosial yang dihadapi umat Islam (Indonesia) saat ini?.
Ada sebuah stigma yang terbangun di tengah masyarakat pada umumnya, bahwa orang-orang muslim memiliki jiwa solidaritas yang begitu tinggi terhadap saudaranya seiman dan sekeyakinan. Namun orang orang muslim, agaknya sulit bernegosiasi untuk komunitas yang berada di luar keyakinannya (non-muslim). Tentu stigma semacam ini tidak dapat digeneralisasi sebagai argumentasi untuk menyebutkan Islam sebagai demikian adanya. Sebab dalam faktanya kita masih dapat menemukan Islam yang berwajah ramah di tengah fenomena Islam yang berwajah “amarah”. Jika ditinjau dari sumber-sumber utama ajaran Islam sekalipun kita dapat menemukan Islam yang benar-benar menjadirahmat bagi seluruh alam” dari pada sekedar “azab bagi sebagaian alam”. Sehingga wajar jika seorang tokoh pernah mengatakan: orang-orang dari kalangan non-muslim kecil kemungkinan untuk dapat masuk/memeluk Islam jika melihat fenomena yang ditunjukkan umatnya, tapi kebanyakan dari mereka masuk/memeluk Islam karena mempelajari sumbernya (Al Qur’an).
Diterbitkannya buku kontroversial Fikih Lintas Agama oleh tim penulis Paramadina beberapa tahun lalu pada dasarnya merupakan sebuah karya bijak untuk merespon problematika sosial yang dihadapi umat Islam kontemporer dalam hubungannya dengan komuntas keagamaan lain. Bahwa fikih klasik yang dirumuskan ulama-ulama terdahulu memang kurang terbuka bagi komunitas keagamaan lain merupakan fakta yang tidak terbantah, sehingga kita butuh sebuah tafsir baru atas fikih yang lebih inklusif dan pluralis. Namun demikian, buku yang kita anggap sebagai karya bijak tersebut ternyata belum mampu diterima oleh masyarakat Islam secara luas, sehingga pencerahan yang dapat ditemukan pada buku tersebut tidak memiliki andil untuk mengisi dimensi Islam di Indonesia. Buku ini dilarang beredar karena dikhawatirkan akan meracuni pikiran umat, sehingga buku ini hanya dapat ditemukan di kantung mereka yang berani terbuka untuk wacana-wacana keislaman baru yang lebih segar.

B.     Islam dan Modernisasi
1.         Pengertian modernisme islam
Kata “Modernitas” , “modernisme” Modern enurut KBBI artinya adalah sikap dan cara berpikir serta cara bertindak sesuai dengan tuntutan zaman.
Kata modern yang dikenal dalam bahasa Indonesia jelas bukan istilah original atau asli melainkan “diekspor” atau di amabil dari bahasa asing (modernization), berarti “terbaru” atau “mutakhir” menunjuk kepada prilaku waktu yang tertentu (baru). Akan tetapi, dalam pengertian yang luas modernisasi selalu saja dikaitkan dengan perubahan dalam semua aspek kawasan pemikiran dan aktifitas manusia sebagaimana kesimpulan Rusli Karim, dalam menganalisis pendapat para ahli tentang modernisaisi.

Dalam masyarakat Barat kata modernisasi mengandung arti pikiran, aliran, gerakan dan usaha untuk mengubah paham-paham, adat-istiadat, isntitusi-institusi lama dan sebagainya agar semua itu dapat disesuaikan dengan pendapat- pendapat dan keadaan-keadaan baru yang ditimbulkan ilmu pengetahuan modern. Secara teoritis di kalangan sarjana Muslim mengartikan modernisasi lebih cenderung kepada suatu cara pandang meminjam defenisi Harun Nasution, modernisasi adalah mencakup pikiran, aliran, gerakan dan usaha untuk merubah faham-faham, adat istiadat, institusi-institusi lama dan sebagainnya untuk disesuaikan dengan suasana baru yang ditimbulkan oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Dalam perspektif posmodernis yang berasal dari tradisi filsafat, bahwa modernisasi bisa disebut sebagai  semangat (elan) yang diandaikan ada pada menyemangati masyarakat intelektual dan semangat yang dimaksud adalah semangat untuk progress Dalam perspektif posmodernis., semangat untuk meraih kemajuan, dan untuk humanisasi manusia yang dilandasi oleh semangat keyakinan yang sangat optimistik dari kaum modernis akan kekuatan rasio manusia. Sedangkan Fazlur Rahman, sarjana asal Pakistan mendefenisikan modernisasi dengan “usaha-usaha untuk melakukan hormonisasi antara agama dan pengaruh modernisasi dan westernisasi yang berlangsung di dunia Islam”. Mukti Ali, tepat disebut sebagai orang yang mewakili sarjana Indonesia mengartikan modernisasi sebagai “upaya menafsirkan Islam melalui pendekatan rasional untuk mensesuaikannya dengan perkembangan zaman dengan melakukan adaptasi dengan perubahan-perubahan yang terjadi di dunia modern yang sedang berlangsung”.

2.    Lahirnya Pemikiran Moderen Dalam Islam
Sekurang-kurangnya sejak abad ke-19 M., pemikiran moderen dalam Islam muncul di kalangan para pemikir Islam yang menaruh perhatian pada kebangkitan Islam setelah mengalami masa kemunduran dalam segala bidang sejak jatuhnya kekhilafahan bani Abbasiyah di Baghdad pada 1258 M. akibat serangan Hulagu yang meluluhlantakan bangunan peradaban Islam yang pada waktu itu merupakan mercusuar peradaban dunia.
Lahirnya pemikiran moderen dalam Islam ini dilatarbelakangi oleh 2 (dua) faktor, yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal meliputi  Imperialisme Barat dan kontak dunia Islam dengan dunia Barat. Sedangkan faktor internal meliputi kemunduran pemikiran Islam dan bercampurnya unsur non Islam kedalam Islam.
a.    Faktor Eksternal
1)       Imperialisme Barat
Imperialisme dan kolonialisme Barat terjadi akibat disintegrasi atau perpecahan yang terjadi di kalangan umat Islam yang terjadi jauh sebelum kehancuran peradaban Islam pada pertengahan abad ke-13 M., yaitu ketika munculnya dinasti-dinasti kecil yang melepaskan diri dari pemerintahan pusat pada masa kekhilafahan bani Abbasiyah.
Setelah runtuhnya bangunan peradaban Islam, perpecahan yang terjadi di tubuh umat Islam bertambah parah dengan maraknya pemberontakan-pemberontakan terhadap pemerintahan pusat Islam yang mengakibatkan pudarnya kekuatan politik Islam dan lepasnya daerah-daerah yang sebelumnya menjadi bagian dari kekuasaan Islam.
Karena lemahnya politik Islam disertai dengan motivasi pencarian daerah baru sebagai pasar bagi perdagangan di dunia Timur yang sebagian besar penduduknya adalah umat Islam, Barat, sejak abad ke-16 M. menduduki daerah-daerah yang disinggahinya untuk dijadikan daerah penjajahan. Spanyol akhirnya menjajah Filipina, Belanda menjajah Indonesia selama ratusan tahun hingga memasuki abad 20 M. Inggris menjajah India, Malaysia dan sebagian negara-negara di Afrika dan Perancis menjajah banyak negeri di Afrika.
Karena imperialisme inilah, lahir para pemikir Islam yang berusaha membangunkan umat Islam dan mengajak mereka untuk bangkit menentang penjajahan, seperti Jamaluddin Al Afghani dengan ide Pan Islamismenya di India dan Khairuddin Pasya at-Tunisi dengan konsep negaranya di Tunisia.
2)      Kontak dengan modernisme di  Barat
Sejak abad 16 M. Barat mengalami suatu babak sejarahnya yang baru, yaitu masa moderen dengan lahirnya para pemikir moderen yang menyuarakan kemajuan ilmu pengetahuan dan berhasil menumbangkan kekuasaan gereja (agama). Karena keberhasilannya inilah dicapai peradaban Barat yang hingga kini masih mendominasi dunia.
Sementara itu, dunia Islam yang pada waktu itu sedang berada dalam kemundurannya, karena interaksinya dengan modernisme di Barat mulai menyadari pentingnya kemajuan dan mengilhami mereka untuk memikirkan bagaimana kembali memajukan Islam sebagaimana yang telah mereka capai di masa sebelumnya sehingga lahirlah para pemikir Islam seperti At Thahthawi dan Muhammad Abduh di Mesir, Muhammad Ali Pasya di Turki, Khairuddin At Tunisi di Tunisia dan Sayyid Ahmad Khan di India.
b. Faktor Internal
1)  Kemunduran Pemikiran Islam
Kemunduran pemikiran Islam terjadi setelah ditutupnya pintu ijtihad karena pertikaian yang terjadi antara sesama umat Islam dalam masalah khilafiyah dengan pembatasan madzhab fikih pada imam yang empat saja, yaitu madzhab Maliki, madzhab Syafi’i, madzhab Hanafi dan madzhab Hambali. Sementara itu, bidang teologi didominasi oleh pemikiran Asy’ariah dan bidang tasawwuf didominasi oleh pemikiran imam Al-Ghazali.
Penutupan pintu ijtihad ini telah menimbulkan efek negatif yang sangat besar di mana umat Islam tak lagi memiliki etos keilmuan yang tinggi dan akal tidak diberdayakan dengan maksimal sehingga yang dihasilkan oleh umat Islam hanya sekadar pengulangan-pengulangan tulisan yang telah ada sebelumnya tanpa inovasi-inovasi yang diperlukan sesuai dengan kemajuan jaman.
Berkenaan dengan kemunduran pemikiran Islam ini, para pemikir Islam di jaman moderen dengan ide-ide pembaharuannya, menyuarakan pentingnya dibuka kembali pintu ijtihad.
2)    Bercampurnya ajaran Islam dengan unsur-unsur di luarnya.
Selain kemunduran pemikiran Islam, yang menjadi latar belakang lahirnya pemikiran moderen dalam Islam adalah bercampurnya agama Islam dengan unsur-unsur di luarnya.
Pada masa sebelum abad ke-19 M., umat Islam banyak yang tidak mengenal agamanya dengan baik sehingga banyak unsur di luar Islam dianggap sebagai agama. Maka tercampurlah agama Islam dengan unsur-unsur asing yang terwujud dalam bid’ah, khurafat dan takhayul.
 Abduh yang dilanjutkan dengan muridnya Muhammad Rasyid Ridha dan KH. Ahmad Dahlan di Indonesia adalah para pemikir pembaharuan Islam yang penuh perhatian terhadap pemberantasan takhayul, bid’ah dan khurafat di kalangan umat Islam.
Satu hal yang perlu digarisbawahi di sini adalah bahwa faktor eksternal adalah yang paling utama, sedangkan faktor internal, telah ada sebelum masa moderen Islam yang telah lebih dahulu melatarbelakangi lahirnya pemikiran-pemikiran pembaharuan dalam Islam, karena pemikiran moderen dalam Islam tidak lain adalah kelanjutan pemikiran pembaharuan yang telah ada sebelumnya atau pemikiran pembaharuan pada masa klasik.

C.     Penyebab  modernisasi dalam perkembangan islam
1.      Gerakan Fundamentalisme
Istilah fundamentalisme muncul pertama kali di kalangan agama Kristen di Amerika Serikat. Isilah ini pada dasarnya merupakan istilah Inggris kuno kalangan Protestan yang secara khusus diterapkan kepada orang-orang yang berpandangan bahwa al-Kitab harus diterima dan ditafsirkan secara harfiah ( William Montgomery W., 1997: 3 ).
Di kamus besar bahasa Indonesia menyebutkan kata “fundamental” sebagai kata sifat yang memberikan pengertian “bersifat dasar (pokok); mendasar”, diambil dari kata “fundament” yang berarti dasar, asas, alas, fondasi, ( Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1990:245 ). Dengan demikian fundamentalisme dapat diartikan dengan paham yang berusaha untuk memperjuangkan atau menerapkan apa yang dianggap mendasar.
Istilah fundamentalisme pada mulanya juga digunakan untuk menyebut penganut Katholik yang menolak modernitas dan mempertahankan ajaran ortodoksi agamanya, saat ini juga digunakan oleh penganut agama-agama lainnya yang memiliki kemiripan, sehingga ada juga fundamentalisme Islam, Hindu, dan juga Buddha.
Sejalan dengan itu, pada perkembangan selanjutnya penggunaan istilah fundamentalisme menimbulkan suatu citra tertentu, misalnya ekstrimisme, fanatisme, atau bahkan terorisme dalam mewujudkan atau mempertahankan keyakinan agamanya. Mereka yang disebut kaum fundamentalis sering disebut tidak rasional, tidak moderat, dan cenderung melakukan tindakan kekerasan jika perlu.
Berbagai pendapat dari para cendekiawan bermunculan terkait dengan istilah fundamentalisme, salah satunya pendapat M. Said al-Ashmawi. Beliau berpendapat bahwa fundamentalisme sebenarnya tidak selalu berkonotasi negatif, sejauh gerakan itu bersifat tasional dan spiritual, dalam arti memahami ajaran agama berdasarkan semangat dan konteksnya, sebagaimana ditunjukkan oleh fundamentalisme spiritualis rasionalis yang dibedakan dengan fundamentalisme aktifis politis yang memperjuangkan Islam sebagai entitas politik dan tidak menekankan pembaharuan pemikiran agama yang autentik ( M. Said al Asymawi, 2004:120 ).
a.       Lahirnya Gerakan Islam Fundamentalis
Secara historis, istilah fundamentalisme muncul pertama dan populer di kalangan tradisi Barat-Kristen. Namun demikian, bukan berarti dalam Islam tidak dijumpai istilah atau tindakan yang mirip dengan fundamentalisme yang ada di barat.
Pelacakan historis gerakan fundamentalisme awal dalam Islam bisa dirujukkan kepada gerakan Khawarij, sedangkan representasi gerakan fundamentalisme kontemporer bisa dialamatkan kepada gerakan Wahabi Arab Saudi dan Revolusi Islam Iran ( Azyumardi Azra, 1996:107 ).
Secara makro, faktor yang melatarbelakangi lahirnya gerakan fundamentalis adalah situasi politik baik tingkat domestik maupun di tingkat internasional. Ini dapat dibuktikan dengan munculnya gerakan fundamentalis pada masa akhir khalifah Ali bin Abi Thalib, di mana situasi dan kondisi sosial politik tidak kondusif. Pada masa khalifah Ali, perang saudara berkecamuk hebat antara kelompok Ali dan Muawiyah karena masalah pembunuhan Utsman.
Dalam keadaan runyam, Khawarij yang awalnya masuk golongan Ali membelot dan muncul secara independen ke permukaan sejarah klasik Islam. Dengan latar belakang kekecewaan mendalam atas roman ganas dua kelompok yang berseteru, mereka berpendapat bahwa Ali dan Muawiyah kafir dan halal darahnya. Kemudian Ali mereka bunuh, sedangkan Muawiyah masih tetap hidup. (as-Syahrustani,t.t.:131-137)
Begitu juga dengan gerakan muslim fundamentalis Indonesia, lebih banyak dipengaruhi oleh instabilitas sosial politik. Pada akhir pemerintahan Soeharto, Indonesia mengalami krisis multidimensi yang cukup akut. Bidang ekonomi, sosial, politik, dan moral semuanya parah. Sehingga masyarakat resah dan kepercayaan kepada pemerintah dan sistemnya menghilang. Hal ini dirasakan pula oleh golongan muslim fundamentalis. Setelah reformasi, kebebasan kelompok terbuka lebar dan mereka keluar dari persembunyian. Mendirikan kubu-kubu dan mengkampanyekan penerapan syariat sebagai solusi krisis. Dari latar belakang ini, tidak heran jika banyak tudingan yang mengatakan bahwa gerakan fundamentalisme Islam merupakan bagian dari politisasi Islam.
b.       Empat Mazhab Besar Fundamentalisme Islam di Indonesia
Di Indonesia terdapat banyak kelompok atau mazhab yang menganut fundamentalisme. Berikut ini adalah empat mazhab besar fundamentalisme Islam.
1)        Mazhab Ikhwanul Muslimin
Ikhwanul Muslimin ini menganut ideologi Abduh dan Rasyid Ridha tapi dalam versi yang lebih ekstrim. Penganut mazhab Abduh di Indonesia dalam versi yang lebih soft adalah Muhammadiyah. Maka dari itu mereka agak dekat dengan Muhammadiyah. Dan para mantan DI/TII rata-rata masuk Muhammadiyah. Di Indonesia sendiri aliran ini bermetamorfosis menjadi PKS, KAMMI, dan sejenisnya dan menjadi kelompok fundamentalis terkuat di Indonesia.
Kalau merunut sejarahnya, organisasi ini merupakan salah satu sempalan Negara Islam Indonesia (NII). NII merupakan kelanjutan DI/TII yang kelahirannya di-backing-i Ali Moertopo c.s. Organisasi ini terlihat cukup soft misal jarang melakukan kekerasan fisik, tapi mereka melakukan kekerasan dalam wacana. Dari segi penampilan untuk pria biasa saja tapi rata-rata berjenggot sementara perempuannya berjubah dan berjilbab model lebar dan panjang.
Politik mereka cukup mahir, tapi sebagaimana kelompok radikal lainnya mereka sangat eksklusif dan menjadikan politik identitas seperti penampilan, baju maupun bahasa yang dicampur dengan kosakata bahasa Arab sebagai identitas untuk membedakan dan memisahkan mereka dengan ”yang lain”.  Walaupun terlihat kurang begitu menakutkan tapi sebagaimana kelompok radikal lain mereka sangat tidak mampu bertoleransi. Maka dari itu, di jangka panjang mereka akan sangat berbahaya jauh berbahaya dari “preman” macam Front Pembela Islam (FPI). Basis utama mereka adalah Bogor sehingga IPB bisa dikatakan menjadi kampus yang dikuasai mereka.
2)              Mazhab Salafi atau Wahabi
Mereka ini cukup rasis, nyaris semua pucuk pimpinannya selalu orang Arab/ keturunan Arab yang didukung oleh sejumlah dalil mengenai keutamaan Arab. Laskar Jihad dan Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) adalah bagian dari mereka, juga teroris bom Bali, Abu Bakar Ba’asyir, Ja’far Umar Thalib, Abdullah Sungkar dan lain-lain adalah orang Arab. Kelompok inilah yang paling radikal.
Kekhususan mereka adalah mereka golongan Arab masaikh. Kebanyakan dari mereka mengikuti jalur al-Irsyad. Mereka memliki dua golongan besar berdasar mazhab ulama acuannya, yaitu kelompok Saudi dan kelompok Kuwait. Walaupun radikal dan berbahaya, kelompok ini sebenarnya cukup lemah karena mereka terlalu radikal sehingga suka berkelahi sendiri. Misal, tradisi mubahallah atau saling melaknat atas nama Allah seringkali dijadikan solusi bagi mereka untuk menyelesaikan perbedaan pendapat/ paham. Dan kebiasaan inilah yang seringkali memicu mereka terpecah jadi fraksi-fraksi kecil. Basis utama mereka di daerah Solo dimana mereka mendirikan banyak pesantren di sana.
3)  Mazhab Hizbut Tahrir
Mazhab Hizbut Tahrir ini merupakan kelompok underground. Mereka menginginkan khilafah tapi menolak menempuh jalur politik. Konsep ideologi mereka lebih condong soft dengan dasar pemikiran adalah “mengislamkan” masyarakat umum di mana bila tercapai maka khilafah akan terbentuk dengan sendirinya.  Kelompok kami tidak punya data cukup memadai tentang kelompok ini dan jalurnya dengan organisasi di Indonesia.
4)  Mazhab Habib
Habib, Sayyed, Syarif adalah julukan/ gelar bagi Klan Keturunan Nabi. Mereka sangat rasis, misal perempuan dari golongan ini dilarang menikah dengan non Sayyid jika tidak maka mereka akan dibunuh.  Kelompok formal tertua golongan ini adalah Jamiat Kheir. FPI merupakan bagian dari golongan ini. Doktrin utama kelompok-kelompok ini sama, yaitu klaim kebenaran tunggal. Secara mazhab mereka sebenarnya lebih dekat dengan paham khawarij, paham ekstrim Islam yang pertama kali muncul dalam sejarah, walaupun mereka mengaku pengikut Ahlus Sunnah.
Contoh paling mudah adalah dengan melihat wacana fiqh mereka. Dalam kitab-kitab fiqh standart kaum Aswaja, semua pendapat mereka akan dianggap sebagai pendapat pribadi, misal ”berdasar pendapat ulama mazhab syafi’i”, atau ”berdasar pendapat Imam Hanafi dst”, sedangkan di kalangan kelompok ekstrim ini dari yang paling soft sampai paling ekstrim memiliki kecondongan mengklaim pendapatnya sebagai pendapat Islam , atau kehendak Allah dst. Klaim fiqh mereka  selalu didahului kata-kata ”menurut Islam ….”, ”berdasarkan ajaran Islam…” dst, dan kelompok mazhab yang gemar menggunakan klaim seperti ini adalah golongan Khawarij. Ini mungkin tidak terlalu bermasalah bila dilihat sekilas tapi klaim seperti inilah yang paling berpengaruh untuk membawa seseorang menjadi ekstrim.
Kesamaan lain adalah mereka condong menganjurkan bahkan mewajibkan perkawinan ”dalam” bagi anggotanya. Alasannya biasanya tidak sefikrah untuk menolak perkawinan luar kelompok. Semakin radikal semakin ketat mereka mengatur nikah ini. Pernikahan anggotanya melalui perjodohan yang diatur imam kecil mereka yang diistilahkan murrabi, mursyid, syaikh, dll.
Di tanah air terdapat beberapa contoh gerakan yang dikategorikan sebagai fundamentalis. Diantaranya adalah Jamaah Darul Arqam,  Jamaah Tabligh, Jamaah Tarbiah, Front Pembela Islam, Forum Komunikasi Ahlusunnah Wal Jamaah, serta Laskar Jihad.
c.          Karakteristik Islam Fundamentalis
Dari sekelumit paparan deskriptif historis kemunculan fundamentalisme Islam, dapat dinyatakan bahwa memang ada beberapa karakter / ciri khas yang bisa dilekatkan kepada kaum fundamentalis. Karakteristik fundamentalisme secara umum adalah skriptualisme, yaitu keyakinan harfiah terhadap kitab suci yang merupakan firman Tuhan dan dianggap tanpa kesalahan. Dengan keyakinan itu, dikembangkanlah gagasan dasar yang menyatakan bahwa suatu agama tertentu dipegang secara kokoh dalam bentuk literal dan bulat tanpa kompromi, pelunakan, reinterpretasi, dan pengurangan (Azyumardi Azra, 1993: 18-19).
Dalam beberapa kelompok Islam, di dalamnya terdapat karakteristik gerakan Islam fundamentalis, diantaranya :
1)      mereka cenderung melakukan interpretasi literal terhadap teks-teks suci agama dan menolak pemahaman kontekstual atas teks agama karena pemahaman seperti itu dianggap mereduksi kesucian agama.
Kaum fundamentalis  mengklaim kebenaran tunggal. Menurut mereka, kebenaran hanya ada di dalam teks dan tidak ada kebenaran di luar teks bahkan kebenaran hanya ada pada pemahaman mereka terhadap apa yang dianggap sebagai prinsip-prinsip agama. Mereka tidak memberi ruang kepada pemahaman dan penafsiran selain mereka. Sikap yang demikian ini adalah sikap otoriter.
2)      mereka menolak pluralisme dan relativisme. Bagi kaum fundamentalis, pluralism merupakan produk yang keliru dari pemahaman terhadap teks suci. Pemahaman dan sikap yang tidak selaras dengan pandangan kaum fndamentalis merupakan bentuk dari relativisme keagamaan, yang terutama muncul tidak hanya karena intervensi nalar terhadap teks kitab suci, tetapi juga karena perkembangan sosial kemasyarakatan yang telah lepas dari kendali agama.
3)      mereka memonopoli kebenaran atas tafsir agama. Kaum fundamentalis cenderung menganggap dirinya sebagai penafsir yang paling benar sehingga memandang sesat aliran yang tidak sepaham dengan mereka. Di dalam  khasanah Islam perbedaan tafsir merupakan suatu yang biasa, sehingga dikenal banyak mazhab. 4 mahzab terbesar di Indonesia adalah Ikhwanul Muslimin, Salafi atau Wahabi, Hizbut Tahrir, dan Habib.
Sikap keagamaan yang seperti ini berpotensi untuk melahirkan kekerasan. Dengan dalih atas nama agama, atas nama membela Islam, atas nama Tuhan mereka melakukan tindakan kekerasan, pengrusakan, penganiayaan, dan bahkan sampai pembunuhan.
4)      setiap gerakan fundamentalisme hampir selalu dapat dihubungkan dengan fanatisme, eksklusifisme, intoleran, radikalisme, dan militanisme. Kaum fundamentalisme selalu mengambil bentuk perlawanan yang sering bersifat radikal teradap ancaman yang dipandang membahayakan eksistensi agama.
2.      Modernisasi
            Modernisasi merupakan suatu proses perubahan yang menuju pada tipe sistem-sistem sosial, ekonomi, dan politik yang telah berkembang di Eropa Barat dan Amerika Utara pada abad ke-17 sampai 19. Sistem sosial yang baru ini kemudian menyebar ke negara-negara Eropa lainnya serta juga ke negara-negara Amerika Selatan, Asia, dan Afrika.
Menurut Wilbert E Moore modernisasi mencakup suatu transformasi total kehidupan bersama yang tradisional atau pra modern dalam arti teknologi serta organisasi sosial ke arah pola-pola ekonomi dan politis yang menjadi ciri negara-negara barat yang stabil. Karakteristik umum modernisasi yang menyangkut aspek-aspek sosio-demografis masyarakat dan aspek-aspek sosio-demografis digambarkan dengan istilah gerak sosial (social mobility). Artinya suatu proses unsur-unsur sosial ekonomis dan psikologis mulai menunjukkan peluang-peluang ke arah pola-pola baru melalui sosialisasi dan pola-pola perilaku.
3.     Globalisasi
   Kata “globalisasi” diambil dari kata global, yang berarti universal (mendunia). Globalisasi adalah sebuah istilah yang memiliki hubungan dengan peningkatan keterkaitan antarbangsa dan antarmanusia di seluruh dunia melalui perdagangan, investasi, perjalanan, budaya popular, dan bentuk interaksi yang lain.
  Globalisasi memiliki banyak definisi, salah satunya seperti yang dikemukakan oleh Lodge (1991), mendefinisikan globalisasi sebagai suatu proses yang menempatkan masyarakat dunia bisa menjangkau satu dengan yang lain atau saling terhubungkan dalam semua aspek kehidupan mereka, baik dalam budaya, ekonomi, politik, teknologi maupun lingkungan. Dengan pengertian ini globalisasi dikatakan bahwa masyarakat dunia hidup dalam era dimana kehidupan mereka sangat ditentukan oleh proses-proses global.
   Berikut ini beberapa ciri yang menandakan semakin berkembangnya fenomena globalisasi di dunia.
a.       Perubahan dalam konsep ruang dan waktu. Perkembangan barang-barang seperti telepon genggam, televisi, satelit, dan internet menunjukkan bahwa komunikasi global terjadi sedemikian cepatnya, sehingga memungkinkan kita merasakan banyak hal dari budaya yang berbeda.
b.      Pasar dan produksi ekonomi di negara-negara yang berbeda menjadi saling bergantung sebagai akibat dari pertumbuhan perdagangan internasional, peningkatan pengaruh perusahan multinasional, dan dominasi organisasi semacam World Trade Organization (WTO).
c.       Peningkatan interaksi kultural melalui perkembangan media massa (terutama televisi, fim, musik, dan transmisi berita dan olahraga internasional). Saat ini kita dapat mengonsumsi dan mengalami gagasan dan pengalaman baru mengenai hal-hal yang melintasi beranekaragam budaya, misalnya dalam bidang fashion dan makanan.
d.      Meningkatknya masalah besama, misalnya pada bidang lingkungan hidup, krisis multinasional dan lain-lain.
                        Dampak dampak modernisasi dan globalisasi antara lain sebagai berikut:
a. Positif
                        Dampak positif dari modernisasi dan globalisasi antara lain sebagai berikut.

1)     Memudahkan untuk mendapatkan barang yang berkualitas bagus dengan harga yang paling murah.
2)     Tersedianya lapangan pekerjaan bagi tenaga profesional.
3)     Perkembangan teknologi untuk kesejahteraan masyarakat dunia.
4)     Komunikasi tanpa dibatasi jarak dan waktu sehingga dapat memperlancar perdagangan internasional.
5)     Terbukanya peluang bisnis dan kemudahan di bidang pendidikan, politik, pertahanan dan keamanan.
6)     Pembangunan yang lebih terencana dan berorientasi pada kebutuhan hidup warga dunia.
7)     Penanaman modal asing memicu pertumbuhan ekonomi negara berkembang.
8)     Terjadinya migrasi yang tinggi dalam suatu negara maupun dari negara yang satu ke negara yang lain.
9)     Bercampurnya berbagai kebudayaan dari berbagai daerah dan negara.
b.    Negatif
Dampak negatif dari modernisasi dan globalisasi antara lain sebagai berikut.
1)      Bergesernya nilai-nilai dan sikap seseorang karena pengaruh negatif dari teknologi komputerisasi, media massa, dan alat komunikasi.
2)      Tumbuhnya mental frustasi, minder, stres dan tertekan karena tidak dapat mengikuti perkembangan teknologi komunikasi dan informasi.
3)      Posisi tawar yang selalu kalah bagi negara berkembang yang dikalahkan oleh negara maju membuat negara berkembang semakin terpuruk dan tidak dapat berkompetisi dengan negara maju.
4)      Orientasi hidup hanya pada nilai ekonomi menyebabkan bergesernya nilai-nilai kemanusiaan, keharmonisan hidup dengan lingkungan dan kehangatan persahabatan.
5)      Hilangnya budaya asli daerah tertentu akibat tidak dipatenkan.
6)      Makin merajalelalnya kaum kapitalis atau pemilik modal yang dengan leluasa menanamkan modalnya di segala penjuru dunia.
7)      Kemajuan teknologi yang dimanfaatkan untuk merusak dunia menjadi ketakutan semua pihak.

4.      Industrialisasi
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas “Industrialisasi” adalah suatu proses perubahan sosial ekonomi yang mengubah sistem pencaharian masyarakat agraris menjadi masyarakat industri.
Industrialisasi juga bisa diartikan sebagai suatu keadaan dimana masyarakat berfokus pada ekonomi yang meliputi pekerjaan yang semakin beragam (spesialisasi), gaji, dan penghasilan yang semakin tinggi. Industrialisasi adalah bagian dari proses modernisasi dimana perubahan sosial dan perkembangan ekonomi erat hubungannya dengan inovasi teknologi.
Dalam Industrialisasi ada perubahan filosofi manusia dimana manusia mengubah pandangan lingkungan sosialnya menjadi lebih kepada rasionalitas (tindakan didasarkan atas pertimbangan, efisiensi, dan perhitungan, tidak lagi mengacu kepada moral, emosi, kebiasaan atau tradisi). Menurut para peniliti ada faktor yang menjadi acuan modernisasi industri dan pengembangan perusahaan. Mulai dari lingkungan politik dan hukum yang menguntungkan untuk dunia industri dan perdagangan, bisa juga dengan sumber daya alam yang beragam dan melimpah, dan juga sumber daya manusia yang cenderung rendah biaya, memiliki kemampuan dan bisa beradaptasi dengan pekerjaannya.Negara pertama yang melakukan industrialisasi adalah Inggris ketika terjadi revolusi industri pada abad ke 18. Pada akhir abad ke 20, Negara di Asia Timur telah menjadi bagian dunia yang paling banyak melakukan industrialisasi.
Dampak Sosial dan Lingkunga
a.       Urbanisasi
Terpusatnya tenaga kerja pada pabrik – pabrik di suatu daerah, sehingga daerah tersebut berkembang menjadi kota besar.
b.      Eksploitasi tenaga kerja
Pekerja harus meninggalkan keluarga agar bisa bekerja dimana industri itu berada.
c.       Perubahan pada struktur keluarga
Perubahan struktur sosial berdasarkan pada pola pra industrialisasi dimana suatu keluarga besar cenderung menetap di suatu daerah. Setelah industrialisasi keluarga biasanya berpindah pindah tempat dan hanya terdiri dari keluarga inti (orang tua dan anak – anak). Keluarga dan anak – anak yang memasuki kedewasaan akan semakin aktif berpindah pindah sesuai tempat dimana pekerjaan itu berada.
d.      Lingkungan hidup
Industrialisasi menimbulkan banyak masalah penyakit. Mulai polusi udara, air, dan suara, masalah kemiskinan, alat alat berbahaya, kekurangan gizi. Masalah kesehatan di Negara industri disebabkan oleh faktor ekonomi, sosial politik, budaya dan juga patogen (mikroorganisme penyebab penyakit).

5.         Urbanisasi
Ensiklopedi Nasional Indonesia (2004) menyatakan bahwa Urbanisasi adalah,suatu proses kenaikan proporsi jumlah penduduk yang tinggal di daerah perkotaan. Selain itudalam ilmu lingkungan, urbanisasi dapat diartikan sebagai suatu proses pengkotaan suatu wilayah. Proses pengkotaan ini dapat diartikan dalam dua pengertian.
Pengertian urbanisasi ini pun berbeda – beda, sesuai dengan interpretasi setiap orang yang berbeda-beda. Dari suatu makalah Ceramah Umum di UNIJA, yang dibawakan oleh Ir. Triatno Yudo Harjoko pengertian urbanisasi diartikan sebagai suatu proses perubahan masyarakat dan kawasan dalam suatu wilayah yang non-urban menjadi urban. Secara spasial, hal ini dikatakan sebagai suatu proses diferensiasi dan spesialisasi pemanfaatan ruang dimana lokasi tertentu menerima bagian pemukim dan fasilitas yang tidak proporsional.
Urbanisasi memiliki pengertian yang berbeda – beda tergantung sudut pandang yang di ambil. Jika dilihat dari segi Lingkungan, urbanisasi ialah sebuah kota yang bersifat integral, dan yang memiliki pengaruh atau merupakan unsur yang dominan dalam sistem keruangan yang lebih luas tanpa mengabaikan adanya jalinan yang erat antara aspek politik, sosial dan aspek ekonomi dengan wilayah sekitarnya. Berdasarkan pengertian tersebut, urbanisasi memiliki Pandangan inilah yang mejadi titik tolak dalam menjelaskan proses urbanisasi.
Sedangkan faktor daya tarik (Attractive Factors) terjadinya urbanisasi antara lain:
a.    Penduduk desa beranggapan bahwa dikota banyak pekerjaan
b.    Penghasilan lebih tinggi
c.    Banyak kesempatan di kota untuk mengembankan usaha kerjainan rumah menjadi industri
d.   Saranan pendidikan lebih tersedia
e.    Tingkat kebudayaan dikota lebih tinggi dan adaptif
f.     Kontrol sosial masyarakat dikota lebih akomodatif
g.    Masalah Urbanisasi
Beberapa permasalahan yang timbul akibat dari urbanisasi antara lain adalah sebagai berikut:

a.     Aspek Lingkungan
                                    Terbatasnya tempat tinggal mengakibatkan munculnya banyak rumah kumuh tidak layak huni yang membuat tata letak kota menjadi berantakan dan tidak tertata dengan baik. Apalagi banyak pendatang ini yang kemudian mendirikan gubuk-gubuk liar di pinggiran sungai dan rel kereta api yang merupakan daerah hijau yang tidak boleh ditempati. Para pendatang tentunya akan menghadapi tantangan atau hambatan untuk hidup di kota. Mereka akan bersaing dengan masyarakat kota, dan tentu juga dengan sesama pendatang.
  Permasalahan lain yang timbul dalam aspek lingkungan antara lain adalah tidak semua kota memiliki kesiapan untuk mengelola tata ruang dan kebijakan publik yang tepat untuk mengatasi permasalahan urbanisasi, sehingga tata kota terlihat berantakan, dan polusi udara juga semakin memperburuk suasana kota

b.    Aspek Ekonomi
   Gaya hidup masyarakat perkotaan yang individualis, diakibatkan oleh persaingan yang ketat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya membuat mereka tidak peduli dengan sesamanya. Kemudian pertumbuhan jumlah penduduk yang signifikan akibat urbanisasi menimbulkan masalah yang sangat kompleks.

  Terbatasnya lapangan pekerjaan dan tingginya persaingan di kota besar menyebabkan bertambahnya jumlah pengangguran. Tidak adanya keahlian dan sedikitnya kaum pendatang yang memiliki modal yang cukup untuk membuka usaha di kota mengakibatkan meningkatnya tindakan kriminalitas. Persaingan yang tinggi, dengan kemampuan sumberdaya yang terbatas mengakibatkan kesulitan dalam mendapat perkerjaan, sehingga banyak kaum urban yang menganggur / tidak berkerja.

6.      Sekularisme
Istilah sekular berasal dari bahasa latin Saeculum yang memiliki dua konotasi yaitu waktu dan tempat. Waktu menunjukan sekarang sedangkan tempat dinisbahkan kepada dunia. Jadi saeculum/ sekuler berarti sebuah pola pikir yang hanya terbatas memikirkan saat ini dan tempat ini sehingga mereka tidak peduli lagi tentang apa yang terjadi di masa lalu dan apa yang terjadi di masa yang akan datang. Dengan kata lain pemikiran sekular ini adalah pemikiran yang mempercayai hari akhirat tetapi ia adalah manusia yang mengambil sikap acuh tak acuh terhadap kehidupan akhiratnya di masa mendatang. Adapun sekularisasi dalam kamus ilmiah adalah hal usaha yang merampas milik gereja atau penduniawian. Sedangkan Sekularisme adalah sebuah gerakan yang menyeru kepada kehidupan duniawi tanpa campur tangan agama.
Sekularisme lebih condong kepada proses peralihan fungsi–fungsi dan sifat–sifat keagamaan kearah fungsi–fungsi dan sifat –sifat yang tak bernilai atau yang tidak ada hubungannya dengan keagamaan. Pengertian yang lain menyebutkan sekularisme adalah penduniawian sesuatu yang pada mulanya bersifat atau bernilai keagamaan. Sedangkan kata sekularisasi banyak diartikan sebagai proses menuju ke secular dan sekularisme. sedangkan sekularisme banyak diartikan sebagai idiologi yang dihasilkan dari proses sekularisasi.
Bila kita melacak sejarah bangsa Eropa, sekularisme muncul disebabkan pengongkongan gereja dan tindakannya menyekat pintu pemikiran dan penemuan sains. Pihak gereja Eropah telah menghukum ahli sains seperti Copernicus, Gradano, Galileo dll yang mengutarakan penemuan saintifik yang berlawanan dengan ajaran gereja. Kemunculan paham ini juga disebabkan tindakan pihak gereja yang mengadakan upacara agama yang dianggap berlawanan dengan nilai pemikiran dan moral seperti penjualan surat pengampunan dosa, yaitu seseorang boleh membeli surat pengampunan dengan nilai wang yang tinggi dan mendapat jaminan syurga walaupun berbuat kejahatan di dunia.
Disamping itu, Kemudian muncul revolusi rakyat Eropa yang menentang pihak agama dan gereja yang bermula dengan pimpinan Martin Luther, Roussieu dan Spinoza. Akhirnya tahun 1789M, Perancis menjadi negara pertama yang bangun dengan sistem politik tanpa intervensi agama. Revolusi ini terus berkembang sehingga di negara-negara Eropa, muncul ribuan pemikir dan saintis yang berani mengutarakan teori yang menentang agama dan berunsurkan rasional. Seperti muncul paham Darwinisme, Freudisme, Eksistensialisme, Ateismenya dengan idea Nietche yang menganggap Tuhan telah mati dan manusia bebas dalam mengeksploitasi. Akibatnya, agama dipinggirkan dan menjadi bidang yang sangat kecil, terpisah daripada urusan politik, sosial dan sains. Bagi mereka yang melakukan penolakan terhadap sistem agama telah menyebabkan kemajuan sains dan teknologi yang pesat dengan munculnya zaman Renaissance yaitu pertumbuhan perindustrian dan teknologi pesat di benua Eropa.
Dalam perjalanannya, Paham ini terus menular dan mulai memasuki dunia Islam pada awal kurun ke 20. Turki merupakan negara pertama yang mengamalkan paham ini di bawah pimpinan Kamal Artartuk. Seterusnya paham ini menelusuri negara Islam yang lain seperti di Mesir melalui polisi Napoleon, Algeria, Tunisia dan lain-lain yang terikat dengan pemerintahan Perancis. Dan, Indonesia, Malaysia masing-masing dibawa oleh Belanda dan Inggeris. Ini dapat kita lihat dengan munculnya dualisme yaitu agama satu sisi dan yang bersifat keduniaan satu sisi. Seperti pengajian yang berasaskan agama tidak boleh bercampur dengan pengajian yang berasaskan sains dan keduniaan.
Disamping itu, sejarah yang paling kental tentang munculnya sekularisme adalah disebabkan dari bentuk kekecewaan (mosi tidak percaya) masyarakat Eropa kepada agama kristen saat itu (abad 15). Di mana kristen beberapa abad lamanya menenggelamkan dunia barat ke dalam periode yang kita kenal sebagai the dark age. Padahal pada saat yang sama peradaban Islam saat itu sedang berada di puncak kejayaannya.
Akibat karena kita mengikuti pola barat dengan memasukkan pola sekuler dalam tubuhnya, maka kaum muslimin ibaratkan seseorang yang ikut-ikutan meneguk obat padahal ia sesungguhnya tidak sakit sedikit pun. Sehingga keberadaan Islam kian hari semakin rancu, dan semakin diperparah oleh gerakan sekularisasi di negeri-negeri muslim. Padahal hakikatnya Islam sudah sempurna ia tidaklah pantas di samakan dengan kristen, maupun agama lainnya, Islam adalah agama yang tidak perlu di modifikasi dan sebagainya.

















BAB III PENUTUP

        Kesimpulan

            Problematia sosial yang terjadi pada peradaban masyarakat islam di zaman sekarang dapat ditinjau dari berbagai aspek, diantaranya ekonomi budaya, sosial dan politik. Yang pada dasarnya masyarakat islam di zaman sekarang sangat mengutamakan solidaritasnya yang seiman dan sekeyakinan. Sehingga muncul banyak permasalahan dan menjadikan islam menjadi terpecah belah. Hukum hukum islam yangdi buat dan di bukukan oleh ulama ulama terdahulu pun dianggap sudah tidak sesuai dengan islam di zaman sekarang yang sudah mengalami banyak proses perubahan.
            Modernisasi islam adalah upaya menafsirkan Islam melalui pendekatan rasional untuk mensesuaikannya dengan perkembangan zaman dengan melakukan adaptasi dengan perubahan-perubahan yang terjadi di dunia modern yang sedang berlangsung. Latar belakang lahirnya modernisasi islam di pengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal diantaranya imperalisme barat dan kontak dengan modernisasi barat, sedangkan faktor internal diantaranya mundurnya pemikiran islam dan tercampurnya ajran islam dengan unsur unsur lain.
            Proses yang menyebabkan modernisasi islam antara lain di pengaruhi oleh, Gerakan Fundamentalisme, modernisasi, globalisasi, industrialisasi, urbanisasi, dan sekularisasi.
            Dampak modernisasi terhadap perubahan sosial dibagi menjadi dampak positif dan dampak negatif. Dampak positif modernisasi adalah mudah nya penyebaran agama islam melalui berbagai media yang canggih melalui internet, tv, radio, majalah dsb . Dampak negatif dari modernisasi adalah terjadinya perpecahan antar umat islam karena berbedaan teologi politik dsb, tidak berlakunya hukum hukum syariat islam karena dianggap sudah tidak sesuai dengan perkembangan zaman, munculnya pemikiran pemikiran baru yang menghalalkan segara cara yang mengatas namakan islam.


















DAFTAR PUSTAKA

                https://islami.co/memahami-islam-dan-tantangan-modernisasi/
http://pesantren-iainsa.blogspot.com/2009/02/normal-0-false-false-false.html