Assalamu Alaikum
Ini merupakan makalah Pendidikan Agama Islam
Fakultas Seni dan Desain
Universitas Negeri Makassar Tahun 2019
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
teologis, Islam merupakan sistem nilai dan
ajaran yang bersifat ilahiah (transenden). Pada posisi ini Islam adalah
pandangan dunia (weltanschaung) yang
memberikan kacamata pada manusia dalam memahami realitas.
Meski demikian, secara sosiologis,
Islam merupakan fenomena peradaban, realitas sosial kemanusiaan. Pada wilayah
ini nilai-nilai Islam bertemu dan berdialog secara intens dengan kenyataan
hidup duniawi yang selalu berubah dalam partikularitas konteksnya.
Dialog
antara universalitas nilai dan partikularitas konteks menjadi penting dan harus
selalu dilakukan agar misi Islam sebagai rahmat semesta alam dapat diwujudkan.
Ketidakmampuan berdialog dapat menjebak agama pada posisi keusangan (kehilangan
relevansi) atau pada posisi lain kehilangan otentitasnya sebagai pedoman hidup.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah
tentang Islam dan Tantangan Modernitas saya batasi dalam makalah ini, adalah:
1. Bagaimanakah
problematika sosial dalam islam?
2. Apa definisi modernisme
islam dan latar belakang lahirnya modernisasi dalam islam?
3. Apa saja proses yang
menyebabkan modernisasi dalam islam?
4. Bagaimana dampak
modernisasi terhadap perubahan sosial ?
C. Tujuan Masalah
Adapun tujuan penulis
dalam pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui:
1. Problematika sosial
yang ada dalam islam.
2. Pengertian modenisme
islam dan sebab-sebab adanya modernisasi dalam islam.
3. proses yang menyebabkan
modernisasi dalam perkembangan islam.
4. akibat modernisasi
terhadap perubahan sosial?
D. Manfaat
Manfaat dari makalah
ini kami uraikan antara lain :
1. Pembaca dapat memahami
tentang pengertian modernisasi islam itu sendiri.
2. Agar pembaca mendapat
pengalamam dari pembahasan tersebut, khususnya bagi penulis.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Islam dan Problematika
Sosial
Dari pada sekedar
merespon fenomena teologis, agama sesungguhnya lebih berperan besar dalam
mersepon fenomena sosiologis. Artinya, agama kerap diturunkan melalui seorang
hamba Tuhan yang disebut nabi seiring dengan konteks sosial di mana sang nabi
tersebut dirisalahkan. Nabi Muhammad misalnya, hadir membawa ajaran Islam empat
belas abad yang lalu untuk merespon fenomena kehidupan sosial masyarakat Arab
ketika itu yang hidup dalam kondisi “jahiliyah”. Jika ajaran yang
disampaikan nabi Muhammad sampai hari ini disepakati sebagai ajaran Islam, dan
dalam perjalanannya Islam awal hadir untuk merespon masyarakat jahiliyah Arab
sebagai gejala sosial ketika itu, maka pertanyaan yang mungkin dapat dikedepankan
adalah: bagaimana posisi Islam dalam merespon problematika sosial saat ini?.
Terma problematika
sosial sesunggunhya menjadi term yang dapat dibincangkan dari berbagai aspek:
budaya, politik, ekonomi dan aspek-aspek lainnya. Meski demikian, pembicaraan mengenai
problematika sosial agaknya lebih cendrung diarahkan pada aspek perekonomian
masyarakat seperti masalah kemiskinan yang memiliki integrasi dengan konsep
zakat di dalam Islam. Setidaknya inilah salah satu aspek yang sering disoroti
beberapa tokoh ketika membicarakan Islam dan problematika sosial, sehingga
kadang kala kita hampir melupakan aspek-aspek lain yang juga penting
dibincangkan sebagai fenomena kontemporer.
Kemiskinan sebagai
problem sosial pada prinsipnya telah mendapatkan jawaban yang jelas dalam
ajaran Islam dengan konsep zakat, infak dan sedekah. Namun demikian, jika kita
mencoba keluar dari persoalan ini menuju persoalan lain yang pada dasarnya juga
menjadi persoalan yang dapat disoroti sebagai problematika sosial, seperti
mengenai pluralisme misalnya, pembicaraan akan menuai kontroversi yang cukup
akut. Pembicaraan lain yang masih dirasa hangat, setidaknya di Indonesia,
sebagai persoalan yang juga masih dapat ditafsirkan sebagai problematika sosial
adalah soal kebebasan beragama dan berkeyakinan. Bukankah persoalan-persoalan
yang baru disebutkan merupakan sebuah perwajahan dari problematika sosial yang
dihadapi umat Islam (Indonesia) saat ini?.
Ada sebuah stigma yang
terbangun di tengah masyarakat pada umumnya, bahwa orang-orang muslim memiliki
jiwa solidaritas yang begitu tinggi terhadap saudaranya seiman dan sekeyakinan.
Namun orang orang muslim, agaknya sulit bernegosiasi untuk komunitas yang
berada di luar keyakinannya (non-muslim). Tentu stigma semacam ini tidak dapat
digeneralisasi sebagai argumentasi untuk menyebutkan Islam sebagai demikian
adanya. Sebab dalam faktanya kita masih dapat menemukan Islam yang berwajah
ramah di tengah fenomena Islam yang berwajah “amarah”. Jika ditinjau dari
sumber-sumber utama ajaran Islam sekalipun kita dapat menemukan Islam yang
benar-benar menjadi“rahmat bagi seluruh alam” dari pada sekedar “azab
bagi sebagaian alam”. Sehingga wajar jika seorang tokoh pernah mengatakan:
orang-orang dari kalangan non-muslim kecil kemungkinan untuk dapat
masuk/memeluk Islam jika melihat fenomena yang ditunjukkan umatnya, tapi
kebanyakan dari mereka masuk/memeluk Islam karena mempelajari sumbernya (Al
Qur’an).
Diterbitkannya buku
kontroversial Fikih Lintas Agama oleh tim penulis Paramadina beberapa
tahun lalu pada dasarnya merupakan sebuah karya bijak untuk merespon
problematika sosial yang dihadapi umat Islam kontemporer dalam hubungannya
dengan komuntas keagamaan lain. Bahwa fikih klasik yang dirumuskan ulama-ulama
terdahulu memang kurang terbuka bagi komunitas keagamaan lain merupakan fakta
yang tidak terbantah, sehingga kita butuh sebuah tafsir baru atas fikih yang
lebih inklusif dan pluralis. Namun demikian, buku yang kita anggap sebagai
karya bijak tersebut ternyata belum mampu diterima oleh masyarakat Islam secara
luas, sehingga pencerahan yang dapat ditemukan pada buku tersebut tidak
memiliki andil untuk mengisi dimensi Islam di Indonesia. Buku ini dilarang
beredar karena dikhawatirkan akan meracuni pikiran umat, sehingga buku ini
hanya dapat ditemukan di kantung mereka yang berani terbuka untuk wacana-wacana
keislaman baru yang lebih segar.
B. Islam dan Modernisasi
1.
Pengertian modernisme islam
Kata “Modernitas” ,
“modernisme” Modern enurut KBBI artinya adalah sikap dan cara berpikir serta
cara bertindak sesuai dengan tuntutan zaman.
Kata modern yang
dikenal dalam bahasa Indonesia jelas bukan istilah original atau asli melainkan
“diekspor” atau di amabil dari bahasa asing (modernization), berarti “terbaru”
atau “mutakhir” menunjuk kepada prilaku waktu yang tertentu (baru). Akan
tetapi, dalam pengertian yang luas modernisasi selalu saja dikaitkan dengan
perubahan dalam semua aspek kawasan pemikiran dan aktifitas manusia sebagaimana
kesimpulan Rusli Karim, dalam menganalisis pendapat para ahli tentang modernisaisi.
Dalam masyarakat Barat kata modernisasi mengandung arti pikiran, aliran, gerakan dan usaha untuk mengubah paham-paham, adat-istiadat, isntitusi-institusi lama dan sebagainya agar semua itu dapat disesuaikan dengan pendapat- pendapat dan keadaan-keadaan baru yang ditimbulkan ilmu pengetahuan modern. Secara teoritis di kalangan sarjana Muslim mengartikan modernisasi lebih cenderung kepada suatu cara pandang meminjam defenisi Harun Nasution, modernisasi adalah mencakup pikiran, aliran, gerakan dan usaha untuk merubah faham-faham, adat istiadat, institusi-institusi lama dan sebagainnya untuk disesuaikan dengan suasana baru yang ditimbulkan oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Dalam perspektif posmodernis yang berasal dari tradisi filsafat, bahwa modernisasi bisa disebut sebagai semangat (elan) yang diandaikan ada pada menyemangati masyarakat intelektual dan semangat yang dimaksud adalah semangat untuk progress Dalam perspektif posmodernis., semangat untuk meraih kemajuan, dan untuk humanisasi manusia yang dilandasi oleh semangat keyakinan yang sangat optimistik dari kaum modernis akan kekuatan rasio manusia. Sedangkan Fazlur Rahman, sarjana asal Pakistan mendefenisikan modernisasi dengan “usaha-usaha untuk melakukan hormonisasi antara agama dan pengaruh modernisasi dan westernisasi yang berlangsung di dunia Islam”. Mukti Ali, tepat disebut sebagai orang yang mewakili sarjana Indonesia mengartikan modernisasi sebagai “upaya menafsirkan Islam melalui pendekatan rasional untuk mensesuaikannya dengan perkembangan zaman dengan melakukan adaptasi dengan perubahan-perubahan yang terjadi di dunia modern yang sedang berlangsung”.
Dalam masyarakat Barat kata modernisasi mengandung arti pikiran, aliran, gerakan dan usaha untuk mengubah paham-paham, adat-istiadat, isntitusi-institusi lama dan sebagainya agar semua itu dapat disesuaikan dengan pendapat- pendapat dan keadaan-keadaan baru yang ditimbulkan ilmu pengetahuan modern. Secara teoritis di kalangan sarjana Muslim mengartikan modernisasi lebih cenderung kepada suatu cara pandang meminjam defenisi Harun Nasution, modernisasi adalah mencakup pikiran, aliran, gerakan dan usaha untuk merubah faham-faham, adat istiadat, institusi-institusi lama dan sebagainnya untuk disesuaikan dengan suasana baru yang ditimbulkan oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Dalam perspektif posmodernis yang berasal dari tradisi filsafat, bahwa modernisasi bisa disebut sebagai semangat (elan) yang diandaikan ada pada menyemangati masyarakat intelektual dan semangat yang dimaksud adalah semangat untuk progress Dalam perspektif posmodernis., semangat untuk meraih kemajuan, dan untuk humanisasi manusia yang dilandasi oleh semangat keyakinan yang sangat optimistik dari kaum modernis akan kekuatan rasio manusia. Sedangkan Fazlur Rahman, sarjana asal Pakistan mendefenisikan modernisasi dengan “usaha-usaha untuk melakukan hormonisasi antara agama dan pengaruh modernisasi dan westernisasi yang berlangsung di dunia Islam”. Mukti Ali, tepat disebut sebagai orang yang mewakili sarjana Indonesia mengartikan modernisasi sebagai “upaya menafsirkan Islam melalui pendekatan rasional untuk mensesuaikannya dengan perkembangan zaman dengan melakukan adaptasi dengan perubahan-perubahan yang terjadi di dunia modern yang sedang berlangsung”.
2. Lahirnya
Pemikiran Moderen Dalam Islam
Sekurang-kurangnya
sejak abad ke-19 M., pemikiran moderen dalam Islam muncul di kalangan para
pemikir Islam yang menaruh perhatian pada kebangkitan Islam setelah mengalami
masa kemunduran dalam segala bidang sejak jatuhnya kekhilafahan bani Abbasiyah
di Baghdad pada 1258 M. akibat serangan Hulagu yang meluluhlantakan bangunan
peradaban Islam yang pada waktu itu merupakan mercusuar peradaban dunia.
Lahirnya
pemikiran moderen dalam Islam ini dilatarbelakangi oleh 2 (dua) faktor, yaitu
faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal meliputi Imperialisme Barat dan kontak dunia Islam
dengan dunia Barat. Sedangkan faktor internal meliputi kemunduran pemikiran Islam dan
bercampurnya unsur non Islam kedalam Islam.
a. Faktor Eksternal
1)
Imperialisme Barat
Imperialisme dan kolonialisme Barat terjadi akibat disintegrasi atau perpecahan
yang terjadi di kalangan umat Islam yang terjadi jauh sebelum kehancuran
peradaban Islam pada pertengahan abad ke-13 M., yaitu ketika munculnya
dinasti-dinasti kecil yang melepaskan diri dari pemerintahan pusat pada masa
kekhilafahan bani Abbasiyah.
Setelah runtuhnya
bangunan peradaban Islam, perpecahan yang terjadi di tubuh umat Islam bertambah
parah dengan maraknya pemberontakan-pemberontakan terhadap pemerintahan pusat
Islam yang mengakibatkan pudarnya kekuatan politik Islam dan lepasnya daerah-daerah
yang sebelumnya menjadi bagian dari kekuasaan Islam.
Karena lemahnya politik
Islam disertai dengan motivasi pencarian daerah baru sebagai pasar bagi
perdagangan di dunia Timur yang sebagian besar penduduknya adalah umat Islam,
Barat, sejak abad ke-16 M. menduduki daerah-daerah yang disinggahinya untuk
dijadikan daerah penjajahan. Spanyol akhirnya menjajah Filipina, Belanda
menjajah Indonesia selama ratusan tahun hingga memasuki abad 20 M. Inggris
menjajah India, Malaysia dan sebagian negara-negara di Afrika dan Perancis
menjajah banyak negeri di Afrika.
Karena imperialisme
inilah, lahir para pemikir Islam yang berusaha membangunkan umat Islam dan
mengajak mereka untuk bangkit menentang penjajahan, seperti Jamaluddin Al
Afghani dengan ide Pan Islamismenya di India dan Khairuddin Pasya at-Tunisi
dengan konsep negaranya di Tunisia.
2)
Kontak dengan modernisme di Barat
Sejak
abad 16 M. Barat mengalami suatu babak sejarahnya yang baru, yaitu masa moderen
dengan lahirnya para pemikir moderen yang menyuarakan kemajuan ilmu pengetahuan
dan berhasil menumbangkan kekuasaan gereja (agama). Karena keberhasilannya
inilah dicapai peradaban Barat yang hingga kini masih mendominasi dunia.
Sementara
itu, dunia Islam yang pada waktu itu sedang berada dalam kemundurannya, karena
interaksinya dengan modernisme di Barat mulai menyadari pentingnya kemajuan dan
mengilhami mereka untuk memikirkan bagaimana kembali memajukan Islam
sebagaimana yang telah mereka capai di masa sebelumnya sehingga lahirlah para
pemikir Islam seperti At Thahthawi dan Muhammad Abduh di Mesir, Muhammad Ali
Pasya di Turki, Khairuddin At Tunisi di Tunisia dan Sayyid Ahmad Khan di India.
b.
Faktor Internal
1) Kemunduran
Pemikiran Islam
Kemunduran
pemikiran Islam terjadi setelah ditutupnya pintu ijtihad karena pertikaian yang
terjadi antara sesama umat Islam dalam masalah khilafiyah dengan pembatasan
madzhab fikih pada imam yang empat saja, yaitu madzhab Maliki, madzhab Syafi’i,
madzhab Hanafi dan madzhab Hambali. Sementara itu, bidang teologi didominasi
oleh pemikiran Asy’ariah dan bidang tasawwuf didominasi oleh pemikiran imam
Al-Ghazali.
Penutupan
pintu ijtihad ini telah menimbulkan efek negatif yang sangat besar di mana umat
Islam tak lagi memiliki etos keilmuan yang tinggi dan akal tidak diberdayakan
dengan maksimal sehingga yang dihasilkan oleh umat Islam hanya sekadar
pengulangan-pengulangan tulisan yang telah ada sebelumnya tanpa inovasi-inovasi
yang diperlukan sesuai dengan kemajuan jaman.
Berkenaan
dengan kemunduran pemikiran Islam ini, para pemikir Islam di jaman moderen
dengan ide-ide pembaharuannya, menyuarakan pentingnya dibuka kembali pintu
ijtihad.
2) Bercampurnya ajaran Islam dengan unsur-unsur
di luarnya.
Selain
kemunduran pemikiran Islam, yang menjadi latar belakang lahirnya pemikiran
moderen dalam Islam adalah bercampurnya agama Islam dengan unsur-unsur di
luarnya.
Pada
masa sebelum abad ke-19 M., umat Islam banyak yang tidak mengenal agamanya
dengan baik sehingga banyak unsur di luar Islam dianggap sebagai agama. Maka tercampurlah agama
Islam dengan unsur-unsur asing yang terwujud dalam bid’ah, khurafat dan
takhayul.
Abduh yang dilanjutkan dengan muridnya
Muhammad Rasyid Ridha dan KH. Ahmad Dahlan di Indonesia adalah para pemikir
pembaharuan Islam yang penuh perhatian terhadap pemberantasan takhayul, bid’ah
dan khurafat di kalangan umat Islam.
Satu hal yang perlu
digarisbawahi di sini adalah bahwa faktor eksternal adalah yang paling utama,
sedangkan faktor internal, telah ada sebelum masa moderen Islam yang telah
lebih dahulu melatarbelakangi lahirnya pemikiran-pemikiran pembaharuan dalam
Islam, karena pemikiran moderen dalam Islam tidak lain adalah kelanjutan
pemikiran pembaharuan yang telah ada sebelumnya atau pemikiran pembaharuan pada
masa klasik.
C. Penyebab modernisasi dalam perkembangan islam
1. Gerakan Fundamentalisme
Istilah fundamentalisme
muncul pertama kali di kalangan agama Kristen di Amerika Serikat. Isilah ini
pada dasarnya merupakan istilah Inggris kuno kalangan Protestan yang secara
khusus diterapkan kepada orang-orang yang berpandangan bahwa al-Kitab harus
diterima dan ditafsirkan secara harfiah ( William Montgomery W., 1997: 3 ).
Di kamus besar bahasa
Indonesia menyebutkan kata “fundamental” sebagai kata sifat yang memberikan
pengertian “bersifat dasar (pokok); mendasar”, diambil dari kata “fundament”
yang berarti dasar, asas, alas, fondasi, ( Kamus Besar Bahasa Indonesia,
1990:245 ). Dengan demikian fundamentalisme dapat diartikan dengan paham yang
berusaha untuk memperjuangkan atau menerapkan apa yang dianggap mendasar.
Istilah fundamentalisme
pada mulanya juga digunakan untuk menyebut penganut Katholik yang menolak
modernitas dan mempertahankan ajaran ortodoksi agamanya, saat ini juga
digunakan oleh penganut agama-agama lainnya yang memiliki kemiripan, sehingga
ada juga fundamentalisme Islam, Hindu, dan juga Buddha.
Sejalan dengan itu,
pada perkembangan selanjutnya penggunaan istilah fundamentalisme menimbulkan
suatu citra tertentu, misalnya ekstrimisme, fanatisme, atau bahkan terorisme dalam
mewujudkan atau mempertahankan keyakinan agamanya. Mereka yang disebut kaum
fundamentalis sering disebut tidak rasional, tidak moderat, dan cenderung
melakukan tindakan kekerasan jika perlu.
Berbagai pendapat dari
para cendekiawan bermunculan terkait dengan istilah fundamentalisme, salah
satunya pendapat M. Said al-Ashmawi. Beliau berpendapat bahwa fundamentalisme
sebenarnya tidak selalu berkonotasi negatif, sejauh gerakan itu bersifat
tasional dan spiritual, dalam arti memahami ajaran agama berdasarkan semangat
dan konteksnya, sebagaimana ditunjukkan oleh fundamentalisme spiritualis
rasionalis yang dibedakan dengan fundamentalisme aktifis politis yang
memperjuangkan Islam sebagai entitas politik dan tidak menekankan pembaharuan
pemikiran agama yang autentik ( M. Said al Asymawi, 2004:120 ).
a. Lahirnya Gerakan Islam Fundamentalis
Secara historis,
istilah fundamentalisme muncul pertama dan populer di kalangan tradisi
Barat-Kristen. Namun demikian, bukan berarti dalam Islam tidak dijumpai istilah
atau tindakan yang mirip dengan fundamentalisme yang ada di barat.
Pelacakan historis
gerakan fundamentalisme awal dalam Islam bisa dirujukkan kepada gerakan
Khawarij, sedangkan representasi gerakan fundamentalisme kontemporer bisa
dialamatkan kepada gerakan Wahabi Arab Saudi dan Revolusi Islam Iran (
Azyumardi Azra, 1996:107 ).
Secara makro, faktor
yang melatarbelakangi lahirnya gerakan fundamentalis adalah situasi politik
baik tingkat domestik maupun di tingkat internasional. Ini dapat dibuktikan
dengan munculnya gerakan fundamentalis pada masa akhir khalifah Ali bin Abi
Thalib, di mana situasi dan kondisi sosial politik tidak kondusif. Pada masa
khalifah Ali, perang saudara berkecamuk hebat antara kelompok Ali dan Muawiyah
karena masalah pembunuhan Utsman.
Dalam keadaan runyam,
Khawarij yang awalnya masuk golongan Ali membelot dan muncul secara independen
ke permukaan sejarah klasik Islam. Dengan latar belakang kekecewaan mendalam
atas roman ganas dua kelompok yang berseteru, mereka berpendapat bahwa Ali dan Muawiyah
kafir dan halal darahnya. Kemudian Ali mereka bunuh, sedangkan Muawiyah masih
tetap hidup. (as-Syahrustani,t.t.:131-137)
Begitu juga dengan
gerakan muslim fundamentalis Indonesia, lebih banyak dipengaruhi oleh
instabilitas sosial politik. Pada akhir pemerintahan Soeharto, Indonesia
mengalami krisis multidimensi yang cukup akut. Bidang ekonomi, sosial, politik,
dan moral semuanya parah. Sehingga masyarakat resah dan kepercayaan kepada
pemerintah dan sistemnya menghilang. Hal ini dirasakan pula oleh golongan
muslim fundamentalis. Setelah reformasi, kebebasan kelompok terbuka lebar dan
mereka keluar dari persembunyian. Mendirikan kubu-kubu dan mengkampanyekan
penerapan syariat sebagai solusi krisis. Dari latar belakang ini, tidak heran
jika banyak tudingan yang mengatakan bahwa gerakan fundamentalisme Islam
merupakan bagian dari politisasi Islam.
b. Empat Mazhab Besar Fundamentalisme
Islam di Indonesia
Di Indonesia terdapat
banyak kelompok atau mazhab yang menganut fundamentalisme. Berikut ini adalah
empat mazhab besar fundamentalisme Islam.
1) Mazhab Ikhwanul Muslimin
Ikhwanul Muslimin ini
menganut ideologi Abduh dan Rasyid Ridha tapi dalam versi yang lebih ekstrim.
Penganut mazhab Abduh di Indonesia dalam versi yang lebih soft adalah
Muhammadiyah. Maka dari itu mereka agak dekat dengan Muhammadiyah. Dan para
mantan DI/TII rata-rata masuk Muhammadiyah. Di Indonesia sendiri aliran ini
bermetamorfosis menjadi PKS, KAMMI, dan sejenisnya dan menjadi kelompok
fundamentalis terkuat di Indonesia.
Kalau merunut
sejarahnya, organisasi ini merupakan salah satu sempalan Negara Islam Indonesia
(NII). NII merupakan kelanjutan DI/TII yang kelahirannya di-backing-i
Ali Moertopo c.s. Organisasi ini terlihat cukup soft misal jarang
melakukan kekerasan fisik, tapi mereka melakukan kekerasan dalam wacana. Dari
segi penampilan untuk pria biasa saja tapi rata-rata berjenggot sementara
perempuannya berjubah dan berjilbab model lebar dan panjang.
Politik mereka cukup
mahir, tapi sebagaimana kelompok radikal lainnya mereka sangat eksklusif dan
menjadikan politik identitas seperti penampilan, baju maupun bahasa yang
dicampur dengan kosakata bahasa Arab sebagai identitas untuk membedakan dan
memisahkan mereka dengan ”yang lain”. Walaupun terlihat kurang begitu menakutkan
tapi sebagaimana kelompok radikal lain mereka sangat tidak mampu bertoleransi.
Maka dari itu, di jangka panjang mereka akan sangat berbahaya jauh berbahaya
dari “preman” macam Front Pembela Islam (FPI). Basis utama mereka adalah Bogor
sehingga IPB bisa dikatakan menjadi kampus yang dikuasai mereka.
2)
Mazhab Salafi atau Wahabi
Mereka ini cukup rasis,
nyaris semua pucuk pimpinannya selalu orang Arab/ keturunan Arab yang didukung
oleh sejumlah dalil mengenai keutamaan Arab. Laskar Jihad dan Majelis Mujahidin
Indonesia (MMI) adalah bagian dari mereka, juga teroris bom Bali, Abu Bakar
Ba’asyir, Ja’far Umar Thalib, Abdullah Sungkar dan lain-lain adalah orang Arab.
Kelompok inilah yang paling radikal.
Kekhususan mereka
adalah mereka golongan Arab masaikh. Kebanyakan dari mereka mengikuti jalur
al-Irsyad. Mereka memliki dua golongan besar berdasar mazhab ulama acuannya,
yaitu kelompok Saudi dan kelompok Kuwait. Walaupun radikal dan berbahaya,
kelompok ini sebenarnya cukup lemah karena mereka terlalu radikal sehingga suka
berkelahi sendiri. Misal, tradisi mubahallah atau saling melaknat atas nama
Allah seringkali dijadikan solusi bagi mereka untuk menyelesaikan perbedaan
pendapat/ paham. Dan kebiasaan inilah yang seringkali memicu mereka terpecah jadi
fraksi-fraksi kecil. Basis utama mereka di daerah Solo dimana mereka mendirikan
banyak pesantren di sana.
3) Mazhab Hizbut Tahrir
Mazhab Hizbut Tahrir
ini merupakan kelompok underground. Mereka menginginkan khilafah tapi
menolak menempuh jalur politik. Konsep ideologi mereka lebih condong soft
dengan dasar pemikiran adalah “mengislamkan” masyarakat umum di mana bila
tercapai maka khilafah akan terbentuk dengan sendirinya. Kelompok kami
tidak punya data cukup memadai tentang kelompok ini dan jalurnya dengan
organisasi di Indonesia.
4) Mazhab Habib
Habib, Sayyed, Syarif
adalah julukan/ gelar bagi Klan Keturunan Nabi. Mereka sangat rasis, misal
perempuan dari golongan ini dilarang menikah dengan non Sayyid jika tidak maka
mereka akan dibunuh. Kelompok formal tertua golongan ini adalah Jamiat
Kheir. FPI merupakan bagian dari golongan ini. Doktrin utama kelompok-kelompok
ini sama, yaitu klaim kebenaran tunggal. Secara mazhab mereka sebenarnya lebih
dekat dengan paham khawarij, paham ekstrim Islam yang pertama kali muncul dalam
sejarah, walaupun mereka mengaku pengikut Ahlus Sunnah.
Contoh paling mudah
adalah dengan melihat wacana fiqh mereka. Dalam kitab-kitab fiqh standart kaum
Aswaja, semua pendapat mereka akan dianggap sebagai pendapat pribadi, misal
”berdasar pendapat ulama mazhab syafi’i”, atau ”berdasar pendapat Imam Hanafi
dst”, sedangkan di kalangan kelompok ekstrim ini dari yang paling soft
sampai paling ekstrim memiliki kecondongan mengklaim pendapatnya sebagai
pendapat Islam , atau kehendak Allah dst. Klaim fiqh mereka selalu
didahului kata-kata ”menurut Islam ….”, ”berdasarkan ajaran Islam…” dst, dan
kelompok mazhab yang gemar menggunakan klaim seperti ini adalah golongan
Khawarij. Ini mungkin tidak terlalu bermasalah bila dilihat sekilas tapi klaim
seperti inilah yang paling berpengaruh untuk membawa seseorang menjadi ekstrim.
Kesamaan lain adalah
mereka condong menganjurkan bahkan mewajibkan perkawinan ”dalam” bagi
anggotanya. Alasannya biasanya tidak sefikrah untuk menolak perkawinan luar
kelompok. Semakin radikal semakin ketat mereka mengatur nikah ini. Pernikahan
anggotanya melalui perjodohan yang diatur imam kecil mereka yang diistilahkan
murrabi, mursyid, syaikh, dll.
Di tanah air terdapat
beberapa contoh gerakan yang dikategorikan sebagai fundamentalis. Diantaranya
adalah Jamaah Darul Arqam, Jamaah Tabligh, Jamaah Tarbiah, Front Pembela
Islam, Forum Komunikasi Ahlusunnah Wal Jamaah, serta Laskar Jihad.
c.
Karakteristik Islam Fundamentalis
Dari sekelumit paparan
deskriptif historis kemunculan fundamentalisme Islam, dapat dinyatakan bahwa
memang ada beberapa karakter / ciri khas yang bisa dilekatkan kepada kaum
fundamentalis. Karakteristik fundamentalisme secara umum adalah skriptualisme,
yaitu keyakinan harfiah terhadap kitab suci yang merupakan firman Tuhan dan
dianggap tanpa kesalahan. Dengan keyakinan itu, dikembangkanlah gagasan dasar
yang menyatakan bahwa suatu agama tertentu dipegang secara kokoh dalam bentuk
literal dan bulat tanpa kompromi, pelunakan, reinterpretasi, dan pengurangan
(Azyumardi Azra, 1993: 18-19).
Dalam beberapa kelompok
Islam, di dalamnya terdapat karakteristik gerakan Islam fundamentalis,
diantaranya :
1) mereka cenderung melakukan interpretasi literal terhadap teks-teks suci
agama dan menolak pemahaman kontekstual atas teks agama karena pemahaman
seperti itu dianggap mereduksi kesucian agama.
Kaum
fundamentalis mengklaim kebenaran tunggal. Menurut mereka, kebenaran
hanya ada di dalam teks dan tidak ada kebenaran di luar teks bahkan kebenaran
hanya ada pada pemahaman mereka terhadap apa yang dianggap sebagai
prinsip-prinsip agama. Mereka tidak memberi ruang kepada pemahaman dan
penafsiran selain mereka. Sikap yang demikian ini adalah sikap otoriter.
2) mereka menolak pluralisme dan relativisme. Bagi kaum fundamentalis,
pluralism merupakan produk yang keliru dari pemahaman terhadap teks suci.
Pemahaman dan sikap yang tidak selaras dengan pandangan kaum fndamentalis
merupakan bentuk dari relativisme keagamaan, yang terutama muncul tidak hanya
karena intervensi nalar terhadap teks kitab suci, tetapi juga karena
perkembangan sosial kemasyarakatan yang telah lepas dari kendali agama.
3) mereka memonopoli kebenaran atas tafsir agama. Kaum fundamentalis cenderung
menganggap dirinya sebagai penafsir yang paling benar sehingga memandang sesat
aliran yang tidak sepaham dengan mereka. Di dalam khasanah Islam
perbedaan tafsir merupakan suatu yang biasa, sehingga dikenal banyak mazhab. 4
mahzab terbesar di Indonesia adalah Ikhwanul Muslimin, Salafi atau Wahabi,
Hizbut Tahrir, dan Habib.
Sikap keagamaan yang
seperti ini berpotensi untuk melahirkan kekerasan. Dengan dalih atas nama
agama, atas nama membela Islam, atas nama Tuhan mereka melakukan tindakan
kekerasan, pengrusakan, penganiayaan, dan bahkan sampai pembunuhan.
4) setiap gerakan fundamentalisme hampir selalu dapat dihubungkan dengan
fanatisme, eksklusifisme, intoleran, radikalisme, dan militanisme. Kaum
fundamentalisme selalu mengambil bentuk perlawanan yang sering bersifat radikal
teradap ancaman yang dipandang membahayakan eksistensi agama.
2.
Modernisasi
Modernisasi merupakan suatu proses perubahan yang menuju
pada tipe sistem-sistem sosial, ekonomi, dan politik yang telah berkembang di
Eropa Barat dan Amerika Utara pada abad ke-17 sampai 19. Sistem sosial yang
baru ini kemudian menyebar ke negara-negara Eropa lainnya serta juga ke
negara-negara Amerika Selatan, Asia, dan Afrika.
Menurut Wilbert E Moore modernisasi mencakup suatu transformasi total kehidupan bersama yang tradisional atau pra modern dalam arti teknologi serta organisasi sosial ke arah pola-pola ekonomi dan politis yang menjadi ciri negara-negara barat yang stabil. Karakteristik umum modernisasi yang menyangkut aspek-aspek sosio-demografis masyarakat dan aspek-aspek sosio-demografis digambarkan dengan istilah gerak sosial (social mobility). Artinya suatu proses unsur-unsur sosial ekonomis dan psikologis mulai menunjukkan peluang-peluang ke arah pola-pola baru melalui sosialisasi dan pola-pola perilaku.
Menurut Wilbert E Moore modernisasi mencakup suatu transformasi total kehidupan bersama yang tradisional atau pra modern dalam arti teknologi serta organisasi sosial ke arah pola-pola ekonomi dan politis yang menjadi ciri negara-negara barat yang stabil. Karakteristik umum modernisasi yang menyangkut aspek-aspek sosio-demografis masyarakat dan aspek-aspek sosio-demografis digambarkan dengan istilah gerak sosial (social mobility). Artinya suatu proses unsur-unsur sosial ekonomis dan psikologis mulai menunjukkan peluang-peluang ke arah pola-pola baru melalui sosialisasi dan pola-pola perilaku.
3. Globalisasi
Kata “globalisasi” diambil dari kata global, yang berarti universal (mendunia). Globalisasi adalah sebuah istilah yang memiliki hubungan dengan peningkatan keterkaitan antarbangsa dan antarmanusia di seluruh dunia melalui perdagangan, investasi, perjalanan, budaya popular, dan bentuk interaksi yang lain.
Kata “globalisasi” diambil dari kata global, yang berarti universal (mendunia). Globalisasi adalah sebuah istilah yang memiliki hubungan dengan peningkatan keterkaitan antarbangsa dan antarmanusia di seluruh dunia melalui perdagangan, investasi, perjalanan, budaya popular, dan bentuk interaksi yang lain.
Globalisasi memiliki banyak definisi, salah
satunya seperti yang dikemukakan oleh Lodge (1991), mendefinisikan globalisasi
sebagai suatu proses yang menempatkan masyarakat dunia bisa menjangkau satu
dengan yang lain atau saling terhubungkan dalam semua aspek kehidupan mereka,
baik dalam budaya, ekonomi, politik, teknologi maupun lingkungan. Dengan
pengertian ini globalisasi dikatakan bahwa masyarakat dunia hidup dalam era
dimana kehidupan mereka sangat ditentukan oleh proses-proses global.
Berikut ini beberapa ciri yang menandakan
semakin berkembangnya fenomena globalisasi di dunia.
a.
Perubahan dalam konsep ruang dan waktu. Perkembangan barang-barang seperti
telepon genggam, televisi, satelit, dan internet menunjukkan bahwa komunikasi
global terjadi sedemikian cepatnya, sehingga memungkinkan kita merasakan banyak
hal dari budaya yang berbeda.
b.
Pasar dan produksi ekonomi di negara-negara yang berbeda menjadi saling
bergantung sebagai akibat dari pertumbuhan perdagangan internasional,
peningkatan pengaruh perusahan multinasional, dan dominasi organisasi semacam
World Trade Organization (WTO).
c.
Peningkatan interaksi kultural melalui perkembangan media massa (terutama
televisi, fim, musik, dan transmisi berita dan olahraga internasional). Saat
ini kita dapat mengonsumsi dan mengalami gagasan dan pengalaman baru mengenai
hal-hal yang melintasi beranekaragam budaya, misalnya dalam bidang fashion dan
makanan.
d.
Meningkatknya masalah besama, misalnya pada bidang lingkungan hidup, krisis
multinasional dan lain-lain.
Dampak dampak modernisasi dan globalisasi
antara lain sebagai berikut:
a. Positif
a. Positif
Dampak positif dari modernisasi dan
globalisasi antara lain sebagai berikut.
1)
Memudahkan untuk mendapatkan barang yang berkualitas bagus dengan harga
yang paling murah.
2)
Tersedianya lapangan pekerjaan bagi tenaga profesional.
3)
Perkembangan teknologi untuk kesejahteraan masyarakat dunia.
4)
Komunikasi tanpa dibatasi jarak dan waktu sehingga dapat memperlancar
perdagangan internasional.
5)
Terbukanya peluang bisnis dan kemudahan di bidang pendidikan, politik,
pertahanan dan keamanan.
6)
Pembangunan yang lebih terencana dan berorientasi pada kebutuhan hidup
warga dunia.
7)
Penanaman modal asing memicu pertumbuhan ekonomi negara berkembang.
8)
Terjadinya migrasi yang tinggi dalam suatu negara maupun dari negara yang
satu ke negara yang lain.
9)
Bercampurnya berbagai kebudayaan dari berbagai daerah dan negara.
b. Negatif
Dampak negatif dari modernisasi dan globalisasi antara lain sebagai berikut.
Dampak negatif dari modernisasi dan globalisasi antara lain sebagai berikut.
1) Bergesernya nilai-nilai
dan sikap seseorang karena pengaruh negatif dari teknologi komputerisasi, media
massa, dan alat komunikasi.
2) Tumbuhnya mental
frustasi, minder, stres dan tertekan karena tidak dapat mengikuti perkembangan
teknologi komunikasi dan informasi.
3) Posisi tawar yang
selalu kalah bagi negara berkembang yang dikalahkan oleh negara maju membuat
negara berkembang semakin terpuruk dan tidak dapat berkompetisi dengan negara
maju.
4) Orientasi hidup hanya
pada nilai ekonomi menyebabkan bergesernya nilai-nilai kemanusiaan,
keharmonisan hidup dengan lingkungan dan kehangatan persahabatan.
5) Hilangnya budaya asli
daerah tertentu akibat tidak dipatenkan.
6) Makin merajalelalnya
kaum kapitalis atau pemilik modal yang dengan leluasa menanamkan modalnya di
segala penjuru dunia.
7) Kemajuan teknologi yang
dimanfaatkan untuk merusak dunia menjadi ketakutan semua pihak.
4.
Industrialisasi
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
“Industrialisasi” adalah suatu proses perubahan sosial ekonomi yang mengubah sistem pencaharian
masyarakat agraris menjadi masyarakat industri.
Industrialisasi juga bisa diartikan sebagai suatu
keadaan dimana masyarakat berfokus pada ekonomi yang meliputi pekerjaan yang
semakin beragam (spesialisasi), gaji, dan penghasilan yang semakin tinggi.
Industrialisasi adalah bagian dari proses modernisasi dimana perubahan sosial dan perkembangan ekonomi erat
hubungannya dengan inovasi teknologi.
Dalam Industrialisasi ada perubahan filosofi manusia
dimana manusia mengubah pandangan lingkungan sosialnya menjadi lebih kepada
rasionalitas (tindakan didasarkan atas pertimbangan, efisiensi, dan perhitungan, tidak lagi mengacu kepada moral, emosi, kebiasaan
atau tradisi). Menurut para peniliti ada faktor yang menjadi acuan modernisasi
industri dan pengembangan perusahaan. Mulai dari lingkungan politik dan hukum yang
menguntungkan untuk dunia industri dan perdagangan, bisa juga dengan sumber daya alam yang beragam dan melimpah, dan juga sumber daya
manusia yang cenderung rendah biaya, memiliki
kemampuan dan bisa beradaptasi dengan pekerjaannya.Negara pertama yang
melakukan industrialisasi adalah Inggris ketika terjadi revolusi industri pada abad ke 18. Pada akhir abad ke 20, Negara di Asia Timur telah menjadi bagian dunia yang paling banyak
melakukan industrialisasi.
Dampak
Sosial dan Lingkunga
a.
Urbanisasi
Terpusatnya tenaga kerja pada pabrik – pabrik di suatu daerah, sehingga daerah tersebut
berkembang menjadi kota besar.
b. Eksploitasi tenaga kerja
Pekerja harus meninggalkan keluarga agar bisa bekerja
dimana industri itu berada.
c.
Perubahan
pada struktur keluarga
Perubahan struktur sosial berdasarkan pada pola pra
industrialisasi dimana suatu keluarga besar cenderung menetap di suatu daerah.
Setelah industrialisasi keluarga biasanya berpindah pindah tempat dan hanya
terdiri dari keluarga inti (orang tua dan anak – anak). Keluarga dan anak –
anak yang memasuki kedewasaan akan semakin aktif berpindah pindah sesuai tempat
dimana pekerjaan itu berada.
d. Lingkungan hidup
Industrialisasi menimbulkan banyak
masalah penyakit. Mulai polusi udara, air, dan suara, masalah kemiskinan, alat alat berbahaya, kekurangan gizi. Masalah
kesehatan di Negara industri disebabkan oleh faktor ekonomi, sosial politik,
budaya dan juga patogen (mikroorganisme penyebab penyakit).
5. Urbanisasi
Ensiklopedi Nasional Indonesia (2004) menyatakan bahwa
Urbanisasi adalah,suatu proses kenaikan proporsi jumlah penduduk yang tinggal
di daerah perkotaan. Selain itudalam ilmu lingkungan, urbanisasi dapat
diartikan sebagai suatu proses pengkotaan suatu wilayah. Proses pengkotaan ini
dapat diartikan dalam dua pengertian.
Pengertian urbanisasi ini pun berbeda – beda, sesuai
dengan interpretasi setiap orang yang berbeda-beda. Dari suatu makalah Ceramah
Umum di UNIJA, yang dibawakan oleh Ir. Triatno Yudo Harjoko pengertian
urbanisasi diartikan sebagai suatu proses perubahan masyarakat dan kawasan
dalam suatu wilayah yang non-urban menjadi urban. Secara spasial, hal ini
dikatakan sebagai suatu proses diferensiasi dan spesialisasi pemanfaatan ruang
dimana lokasi tertentu menerima bagian pemukim dan fasilitas yang tidak
proporsional.
Urbanisasi memiliki pengertian yang berbeda – beda
tergantung sudut pandang yang di ambil. Jika dilihat dari segi Lingkungan,
urbanisasi ialah sebuah kota yang bersifat integral, dan yang memiliki pengaruh
atau merupakan unsur yang dominan dalam sistem keruangan yang lebih luas tanpa
mengabaikan adanya jalinan yang erat antara aspek politik, sosial dan aspek
ekonomi dengan wilayah sekitarnya. Berdasarkan pengertian tersebut, urbanisasi
memiliki Pandangan inilah yang mejadi titik tolak dalam menjelaskan proses
urbanisasi.
Sedangkan
faktor daya tarik (Attractive Factors) terjadinya urbanisasi antara
lain:
a. Penduduk
desa beranggapan bahwa dikota banyak pekerjaan
b. Penghasilan
lebih tinggi
c. Banyak
kesempatan di kota untuk mengembankan usaha kerjainan rumah menjadi industri
d. Saranan
pendidikan lebih tersedia
e. Tingkat
kebudayaan dikota lebih tinggi dan adaptif
f. Kontrol sosial masyarakat dikota lebih akomodatif
g. Masalah
Urbanisasi
Beberapa permasalahan yang timbul akibat dari
urbanisasi antara lain adalah sebagai berikut:
a. Aspek Lingkungan
Terbatasnya
tempat tinggal mengakibatkan munculnya banyak rumah kumuh tidak layak huni yang
membuat tata letak kota menjadi berantakan dan tidak tertata dengan baik.
Apalagi banyak pendatang ini yang kemudian mendirikan gubuk-gubuk liar di
pinggiran sungai dan rel kereta api yang merupakan daerah hijau yang tidak
boleh ditempati. Para pendatang tentunya akan menghadapi tantangan atau
hambatan untuk hidup di kota. Mereka akan bersaing dengan masyarakat kota, dan
tentu juga dengan sesama pendatang.
Permasalahan
lain yang timbul dalam aspek lingkungan antara lain adalah tidak semua kota
memiliki kesiapan untuk mengelola tata ruang dan kebijakan publik yang tepat
untuk mengatasi permasalahan urbanisasi, sehingga tata kota terlihat
berantakan, dan polusi udara juga semakin memperburuk suasana kota
b. Aspek Ekonomi
Gaya hidup
masyarakat perkotaan yang individualis, diakibatkan oleh persaingan yang ketat
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya membuat mereka tidak peduli dengan sesamanya.
Kemudian pertumbuhan jumlah penduduk yang signifikan akibat urbanisasi menimbulkan
masalah yang sangat kompleks.
Terbatasnya
lapangan pekerjaan dan tingginya persaingan di kota besar menyebabkan
bertambahnya jumlah pengangguran. Tidak adanya keahlian dan sedikitnya kaum
pendatang yang memiliki modal yang cukup untuk membuka usaha di kota
mengakibatkan meningkatnya tindakan kriminalitas. Persaingan yang tinggi,
dengan kemampuan sumberdaya yang terbatas mengakibatkan kesulitan dalam
mendapat perkerjaan, sehingga banyak kaum urban yang menganggur / tidak
berkerja.
6. Sekularisme
Istilah
sekular berasal dari bahasa latin Saeculum yang memiliki dua konotasi
yaitu waktu dan tempat. Waktu menunjukan sekarang sedangkan tempat dinisbahkan
kepada dunia. Jadi saeculum/ sekuler berarti sebuah pola pikir yang hanya
terbatas memikirkan saat ini dan tempat ini sehingga mereka tidak peduli lagi
tentang apa yang terjadi di masa lalu dan apa yang terjadi di masa yang akan
datang. Dengan kata lain pemikiran sekular ini adalah pemikiran yang
mempercayai hari akhirat tetapi ia adalah manusia yang mengambil sikap acuh tak
acuh terhadap kehidupan akhiratnya di masa mendatang. Adapun sekularisasi
dalam kamus ilmiah adalah hal usaha yang merampas milik gereja atau
penduniawian. Sedangkan Sekularisme adalah sebuah gerakan yang menyeru kepada kehidupan
duniawi tanpa campur tangan agama.
Sekularisme
lebih condong kepada proses peralihan fungsi–fungsi dan sifat–sifat keagamaan
kearah fungsi–fungsi dan sifat –sifat yang tak bernilai atau yang tidak ada
hubungannya dengan keagamaan. Pengertian yang lain menyebutkan sekularisme
adalah penduniawian sesuatu yang pada mulanya bersifat atau bernilai keagamaan.
Sedangkan kata sekularisasi banyak diartikan sebagai proses menuju ke secular
dan sekularisme. sedangkan sekularisme banyak diartikan sebagai idiologi yang
dihasilkan dari proses sekularisasi.
Bila kita
melacak sejarah bangsa Eropa, sekularisme muncul disebabkan pengongkongan
gereja dan tindakannya menyekat pintu pemikiran dan penemuan sains. Pihak
gereja Eropah telah menghukum ahli sains seperti Copernicus, Gradano, Galileo
dll yang mengutarakan penemuan saintifik yang berlawanan dengan ajaran gereja.
Kemunculan paham ini juga disebabkan tindakan pihak gereja yang mengadakan
upacara agama yang dianggap berlawanan dengan nilai pemikiran dan moral seperti
penjualan surat pengampunan dosa, yaitu seseorang boleh membeli surat
pengampunan dengan nilai wang yang tinggi dan mendapat jaminan syurga walaupun
berbuat kejahatan di dunia.
Disamping
itu, Kemudian muncul revolusi rakyat Eropa yang menentang pihak agama dan
gereja yang bermula dengan pimpinan Martin Luther, Roussieu dan Spinoza.
Akhirnya tahun 1789M, Perancis menjadi negara pertama yang bangun dengan sistem
politik tanpa intervensi agama. Revolusi ini terus berkembang sehingga di
negara-negara Eropa, muncul ribuan pemikir dan saintis yang berani mengutarakan
teori yang menentang agama dan berunsurkan rasional. Seperti muncul paham
Darwinisme, Freudisme, Eksistensialisme, Ateismenya dengan idea Nietche yang
menganggap Tuhan telah mati dan manusia bebas dalam mengeksploitasi. Akibatnya,
agama dipinggirkan dan menjadi bidang yang sangat kecil, terpisah daripada
urusan politik, sosial dan sains. Bagi mereka yang melakukan penolakan terhadap
sistem agama telah menyebabkan kemajuan sains dan teknologi yang pesat dengan
munculnya zaman Renaissance yaitu pertumbuhan perindustrian dan teknologi pesat
di benua Eropa.
Dalam
perjalanannya, Paham ini terus menular dan mulai memasuki dunia Islam pada awal
kurun ke 20. Turki merupakan negara pertama yang mengamalkan paham ini di bawah
pimpinan Kamal Artartuk. Seterusnya paham ini menelusuri negara Islam yang lain
seperti di Mesir melalui polisi Napoleon, Algeria, Tunisia dan lain-lain yang
terikat dengan pemerintahan Perancis. Dan, Indonesia, Malaysia masing-masing dibawa
oleh Belanda dan Inggeris. Ini dapat kita lihat dengan munculnya dualisme yaitu
agama satu sisi dan yang bersifat keduniaan satu sisi. Seperti pengajian yang
berasaskan agama tidak boleh bercampur dengan pengajian yang berasaskan sains
dan keduniaan.
Disamping
itu, sejarah yang paling kental tentang munculnya sekularisme adalah disebabkan
dari bentuk kekecewaan (mosi tidak percaya) masyarakat Eropa kepada agama
kristen saat itu (abad 15). Di mana kristen beberapa abad lamanya
menenggelamkan dunia barat ke dalam periode yang kita kenal sebagai the dark
age. Padahal pada saat yang sama peradaban Islam saat itu sedang berada di
puncak kejayaannya.
Akibat
karena kita mengikuti pola barat dengan memasukkan pola sekuler dalam tubuhnya,
maka kaum muslimin ibaratkan seseorang yang ikut-ikutan meneguk obat padahal ia
sesungguhnya tidak sakit sedikit pun. Sehingga keberadaan Islam kian hari
semakin rancu, dan semakin diperparah oleh gerakan sekularisasi di
negeri-negeri muslim. Padahal hakikatnya Islam sudah sempurna ia tidaklah
pantas di samakan dengan kristen, maupun agama lainnya, Islam adalah agama yang
tidak perlu di modifikasi dan sebagainya.
BAB III PENUTUP
Kesimpulan
Problematia
sosial yang terjadi pada peradaban masyarakat islam di zaman sekarang dapat
ditinjau dari berbagai aspek, diantaranya ekonomi budaya, sosial dan politik.
Yang pada dasarnya masyarakat islam di zaman sekarang sangat mengutamakan
solidaritasnya yang seiman dan sekeyakinan. Sehingga muncul banyak permasalahan
dan menjadikan islam menjadi terpecah belah. Hukum hukum islam yangdi buat dan
di bukukan oleh ulama ulama terdahulu pun dianggap sudah tidak sesuai dengan
islam di zaman sekarang yang sudah mengalami banyak proses perubahan.
Modernisasi
islam adalah upaya menafsirkan Islam melalui pendekatan rasional untuk mensesuaikannya
dengan perkembangan zaman dengan melakukan adaptasi dengan perubahan-perubahan
yang terjadi di dunia modern yang sedang berlangsung. Latar belakang lahirnya
modernisasi islam di pengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor eksternal dan
faktor internal. Faktor eksternal diantaranya imperalisme barat dan kontak
dengan modernisasi barat, sedangkan faktor internal diantaranya mundurnya
pemikiran islam dan tercampurnya ajran islam dengan unsur unsur lain.
Proses
yang menyebabkan modernisasi islam antara lain di pengaruhi oleh, Gerakan
Fundamentalisme, modernisasi, globalisasi, industrialisasi, urbanisasi, dan
sekularisasi.
Dampak
modernisasi terhadap perubahan sosial dibagi menjadi dampak positif dan dampak
negatif. Dampak positif modernisasi adalah mudah nya penyebaran agama islam
melalui berbagai media yang canggih melalui internet, tv, radio, majalah dsb .
Dampak negatif dari modernisasi adalah terjadinya perpecahan antar umat islam
karena berbedaan teologi politik dsb, tidak berlakunya hukum hukum syariat
islam karena dianggap sudah tidak sesuai dengan perkembangan zaman, munculnya
pemikiran pemikiran baru yang menghalalkan segara cara yang mengatas namakan
islam.
DAFTAR PUSTAKA
https://islami.co/memahami-islam-dan-tantangan-modernisasi/
http://pesantren-iainsa.blogspot.com/2009/02/normal-0-false-false-false.html